SUKSES : SUKA PROSES
Oleh : Dzanur Roin
Guru SD Muhammadiyah 12 Surabaya (SDM dubes)
“ Gek opo salah awakku iki, Kowe nganti tego mblenjani janji, Opo mergo kahanan uripku iki, Mlarat bondo seje karo uripmu, Aku nelongso mergo kebacot
tresno, Ora ngiro saikine Cidro”
Sepenggal syair yang saya kutip dari lagunya Pak Dhe Didi Kempot yang berjudul Cidro. Konon, lagu itu diciptakan sekitar akhir tahun 80-an. Dalam salah satu acara televisi sang Mastro Campursari tersebut bercerita. Lagu tersebut tercipta karena patah hati. Sebagai seorang laki-laki yang jatuh hati pada seorang gadis. Pak Dhe Didi dan gadis tersebut sama-sama saling mencintai. Ketika menyampaikan kepada orang tua dari gadis tersebut cintanya tidak direstui. Tahu sebabnya kenapa? Karena penganguran, hanya seorang pengamen, rambut gondrong suka nongkrong. Pekerjaan yang tak jelas inilah yang menyebabkan cintanya tak direstui.
Dari awal sakit hati inilah tercipta lagu Cidro. Sebuah lagu yang menggambarkan keadaan dirinya dan nasib cintanya. Lagu ini juga sempat masuk dapur rekaman diawal tahun 90-an tapi nasib baik belum berpihak kepada pak Dhe Didi. Lagunya kurang laku dipasaran pada tahun itu. Keadaan ini tidak mematahkan Pak Dhe Didi Kempot yang memiliki nama asli Didik Prasetya untuk terus berkarya dan menciptakan lagu yang bertemakan cinta dan patah hati. Seiring berjalannya waktu dengan keistikomahannya dalam memilih jalur musik campursari. Lagu-lagunya mulai disukai generasi terutama generasi milenial. Lagu Cidro meledak dipasaran dan disukai generasi milenial di tengah-tengah gempuran musik dan budaya K-Pop.
Lagu-lagu sedih, lagu-lagu melow pak Dhe Didi disukai genarasi anak zaman now. Banyak lagu-lagunya yang menggambarkan patah hati, ditinggal kekasih, Kasih tak sampai, dan kenangan bersama mantan seolah-oleh menjadi gambaran hati para remaja masa kini. Tahun 2019 dan awal tahun 2020 di mana ada konser Pak Dhe Didi Kempot selalu dibanjiri massa dari remaja putra dan putri. Tua, muda, kaya, miskin, pejabat dan rakyat semuanya menyatu dalam lagu-lagunya the Lord of Broken Heart. Sakit hati yo di jogeti ae. Begitu motto dari sobat Ambyar.
Belajar dari perjalanan dan lagunya pak Dhe Didi Kempot bahwasanya kesuksesan itu perlu kerja keras dan waktu yang lama. Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita ambil dari perjalanan karir sang maestro campursari tersebut. Pertama, Istikomah yakni konsisten dalam melilih jalur bermusiknya. Musik Campursari dengan bahasa jawa menjadi ciri khas dari lagu-lagunya termasuk juga dalam hal berpakaian. Dia tidak ganti jalur bermusik ketika lagu Cidro dipasaran tidak laku. Dia terus berusaha menciptakan dan berkarya didalam seni musik pada jalur yang disukainya. Laku dan tidak laku, beruntung dan tidak beruntung terus mencoba dan mencoba. Tidak ada kata putus asa apalagi sampai berhenti berkarya. Barang kali hari ini gak diterima mungkin besuk, lusa, minggu depan, bulan depan, dan tahun depan menjadi keberuntngannya. Terus istikomah dijalurnya sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit yang pada akhirnya menuai kesuksesan. Bukankah yang sedikit demi sedikit itu lebih baik dari pada kita menerima banyak tapi hanya sekali. Sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil dulu. Untuk sampai kepada puncak yang tertinggi kita harus melalui anak tangga yang paling bawah terdahulu.
Kedua, Pak Dhe Didi Kempot memulai karir dari bawah. Berangkat dari pengamen jalanan mengumpulkan uang receh untuk sekedar bisa makan. Hidup dari satu tempat ketempat yang lain dan harus menggelandang bahkan pernah menetap dan tidur di atas kandang kambing. Untuk memenuhi perut kadang harus berhutang. Padahal saat itu dia punya saudara yang sudah terkenal menjadi pelawak untuk sekedar ikut numpang pamor. Tapi itu tidak dilakukan. Pernah suatu hari dia didatangi kakaknya, diajak pulang kerumahnya dan tidak usah mengamen. Tetapi dia menolak dengan tegas, Dia ingin berkarir pada hobby yang di sukai. Bernyanyi, mengamen dari satu tempat ketempat yang lain. dari bis satu ke bis yang lain. Menciptakan lagu, merekam lagu-lagu yang diciptakannya kemudian menawarkannya ke dapur rekaman. Di terima syukur Alhamdulillah gak di terima ya tetap berkarya. Proses yang panjang ia lalui dengan segala suka dukanya, pahit dan manisnya. Sampai kepada puncak karirnya dia menjadi seorang legend campursari yang sampai saat ini belum ada tandingannya.
Sesuatu yang berangkat dari bawah ketika sampai dipuncak, maka akan bertahan lebih lama karena ada banyak hal yang ingin dinikmatinya. Begitu pula dalam berkarir ketika tidak melalui proses yang panjang dan berliku biasanya akan mudah silau sehingga pandangan jadi buram dan tak menyangka tiba-tiba kita sudah berada di bawah lagi. Jalani proses itu dengan selalu berprasangkah baik yang suatu saat akan menjadi cerita yang indah. Ingatlah proses itu tidak akan mengkhianati hasil. Apa yang kita lakukan hari ini bisa jadi menentukan masa depan. Masa depan yang kita inginkan tergantung dari apa yang sudah kita lakukan sekarang. Jalani, nikmati dan syukuri. Semoga kita semua mendapat masa depan yang gemilang.
Ketiga, Waktu yang lama. Tidak ada sesuatu yang instan. Mie instan saja perlu kita rebus dulu untuk bisa menikmatinya apalagi kesuksesan. Perlu perjuangan dan doa sepanjang hidup yang harus kita lantunkan setiap saat, kapan saja dan di mana saja. Belajar pada judul lagu Cidro yang diciptakan pada tahun 1989 dan sempat masuk ke dapur rekaman pada awal tahun 90-an akhirnya bisa diterima oleh para penikmat musik setelah kurang lebih 30 tahun kemudian. Sungguh ini perjalanan waktu yang panjang melewati hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun selama tiga dasa warsa. Entah butuh berapa kali bulan purnama untuk bisa menikmati kesuksesanya. Semoga kita semua bisa menjadi pribadi pembelajar yang bisa memetik hikmah disetiap peristiwa, mengamabil pelajaran disetiap kejadian untuk menjadi pribadi-pribadi yang berbudi.